Mudahnya Akses, Sulitnya Memilah Fakta
Zaman sekarang semuanya serba mudah dan instant, memang itu hal sangat menguntungkan karena setiap pekerjaan kita menjadi lebih mudah di selesaikan, namun terkadang kita lupa untuk kembali menelaah bahwa bahwa ada hal yang dikorbankan dari hal tersebut, saat informasi mudah di dapatkan mudah kita konsumsi, kita menjadi punya banyak pilihan yang bukannya memudahkan kita namun membuat kita semakin bingung memilih.
Misalnya ketika membaca suatu informasi di sosial media tentang suatu berita, di media A bilang A sedangkan di media B, C, D justru menjelaskan hal yang berbeda, kita menjadi bingung mana yang akurat dan mana yang hoax, maka tak heran lagi kenapa kita mudah di provokasi dan mudah di adu domba, karena rendahnya minat baca di Negara kita, kita cenderung tidak bisa memilah dan memilih informasi yang kita terima, masih mau bilang orang yang suka baca itu kuno, ketinggalan zaman?.
Entah disadari atau tidak, saat zaman banjir informasi terjadi kita lebih mudah stress, kehilangan arah, mudah overthinking, bahkan depresi, maka tak heran akhir - akhir ini isu tentang kesehatan mental menjadi viral di bahas dimana - mana, ketika berselancar di internet kita tidak bisa memilih apa yang harus kita tonton, kita baca, kita dengar dan kita baca, semua di labas, kita menjadi generasi pemalas, malas untuk memilih, malas untuk berfikir, kita menjadi manja karena hanya ingin mengonsumsi tanpa memerhatikan apa yang kita konsumsi, padahal menurut salah satu pakar peneliti mengatakan bahwa masa depan kita di tentukan oleh apa yang kita baca, kita tonton, kita dengar, sama halnya dengan makanan bukan?, kalau kita sering makan makanan bernutrisi maka tubuh kita akan sehat, sama dengan informasi yang kita masukkan ke dalam otak dan jiwa semuanya akan berpengaruh, bukankah makanan untuk otak kita adalah informasi atau ilmu?.
Zaman sekarang yang menjadi prinsip dalam hidup bukan lagi dari buku hasil penelitian para cendekiawan, bukan kitab - kitab karangan para ulama, tapi mengikuti standart fyp, apa yang menjadi trend itu yang jadi tuntunan padahal bisa jadi itu bukan yang baik untuk contoh, ketika trendnya pamer pacar mendadak semuanya ingin punya pacar, ketika trendnya flexing harta, punya mobil sport, punya rumah mewah, mendadak semuanya ingin jadi orang kaya juga, segala cara dilakukan demi mewujudkannya walaupun menambrak moral dan norma yang ada.
Hidup adalah pilihan, ketika semua informasi bisa di akses dengan mudah kita punya 2 pilihan, mengakses informasi yang memang dibutuhkan dan tentunya baik untuk kita atau mengakses informasi yang justru tidak ada manfaatnya, sekarang mau belajar apapun bisa karena semuanya mudah kita cari di internet, dari tutorial cara memasak nasi goreng, ilmu beladiri, hingga ilmu pengembangan diri / self improvement semuanya tersedia, sekarang tinggal kitanya saja mau untuk belajar atau tidak.
Namun disisi lain, entah kita sadari atau tidak, semakin mudah ilmu yang kita dapatkan justru rasa memiliki dan rasa penghargaannya cenderung kurang atau bahkan tidak ada, kita menjadi mudah menyepelekan dan menggampangkannya, sekarang ilmu bisa kita dapat dimana saja dengan mudah namun barokah dari ilmu tersebut tidak ada, tidak manfaatnya, buktinya kita terkadang merasa lebih tau dari orang lain, lebih tinggi, lebih hebat, padahal ulama terdahulu selalu merasa lebih bodoh dari orang lain walaupun memiliki banyak ilmu dan pengetahuan.
Ustad Koh Dennis Lim berkata, "Kita belajar ilmu bukan untuk merendahkan orang lain, merasa lebih tau dari orang lain, tapi kita belajar ilmu adalah untuk tau tentang kelemahan diri, kekurangan diri, kita semakin tau bahwa semakin banyak yang kita tau justru semakin banyak yang tidak kita tau".